BAB III
APBN, APBD DAN PERPAJAKAN
C. PERPAJAKAN
1.
Pengertian pajak
Pajak
adalah Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dengan demikian dapat dsimpulkan bahwa pajak :
a. Kontribusi Wajib Pajak
kepada Negara
b. Bersifat memaksa
c.
Berdasarkan
Undang-undang
d. Tidak
mendapatkan imbalan secara langsung
e. Untuk
penyelenggaraan negara dan kemakmuran rakyat
Dasar pemungutan pajak adalah UUD 1945 pasal 23A:
“Pajak dan pengutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur
dengan undang-undang.”
2.
Fungsi dan
manfaat pajak serta hubungannya dengan APBN
a.
Fungsi pajak
1) Fungsi budgeter,
yaitu Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran‑ pengeluarannya.
2) Fungsi alokasi,
yaitu pajak harus digunakan sebagai sumber dana untuk pembiayaan pembangunan di
segala bidang
3) Fungsi
distribusi, yaitu pajak dijadikan sebagai alat pemerataan pendapatan
4) Fungsi
regulasi/stabilisasi, yaitu Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan
kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
b. Manfaat pajak
Pajak merupakan sumber penerimaan
negara, tanpa pajak sebagian besar kegiatan negara sulit untuk dapat
dilaksanakan. Penggunaan uang pajak mulai dari belanja pegawai sampai dengan
pembiayaan berbagai proyek pembangunan. Pembangunan sarana umum seperti
jalan-jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit/puskesmas, kantor polisi dibiayai
dengan menggunakan uang yang berasal dari pajak.
Uang pajak juga digunakan untuk
pembiayaan dalam rangka memberikan rasa aman bagi seluruh lapisan masyarakat,
mensubsidi barang-barang yang dibutuhkan masyarakat dan juga membayar utang
negara ke luar negeri., membantu UMKM baik dalam hal pembinaan dan modal.dengan
demikian peranan penerimaan pajak bagi suatu negara menjadi sangat dominan
dalam menunjang jalannya roda pemerintahan dan pembiayaan pembangunan.
Disamping fungsi budgeter (fungsi penerimaan) di atas,
pajak juga melaksanakan fungsi redistribusi pendapatan dari masyarakat yang
mempunyai kemampuan ekonomi yang lebih tinggi kepada masyarakat yang mempunyai
kemampuan ekonomi yang lebih rendah. Oleh karena itu tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan
kewajiban perpajaknnya secara baik dan benar merupakan syarat mutlak untuk
tercapainya fungsi redistribusi pendapatan, sehingga kesenjangan ekonomi dan
sosial dapat dikurangi secara maksimal.
c. Pajak hubungannya dengan APBN
Penerimaan
pajak pusat merupakan sumber penerimaan paling utama dalam APBN,
penyelenggaraan negara dan pemerintahan baik dalam pembiayaan pengeluaran rutin
maupun pembiayaan pembengunan sangat tergantung kesadaran masyarakat akan
kewajiban dalam membayar pajak. Selain pajak pusat, juga terdapat Pajak Daerah
antara lain Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Pembangunan I, Pajak Hotel dan
Restoran, Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan atau
Bangunan, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah merupakan sumber penerimaan APBD.
Hasil
Pajak dialokasikan untuk :
1.
Pembangunan infrastruktur, meliputi :
Perhubungan, Pemukiman, Irigasi, Energi dan lainnya
2.
Meringankan Beban dan Menyejahterakan
Rakyat , meliputi : Layanan Pendidikan, Penanggulangan Kemiskinan , Layanan
kesehatan, Ketahanan pangan dan Subsidi
3.
Mewujudkan Suasana Aman Dan Tenteram Dan
Kepastian Hukum Bagi Kehidupan Rakyat Dan Dunia Usaha, meliputi : Ketahanan
Negara, Keamanan dan Ketertiban
3.
Perbedaan pajak
dengan pungutan resmi lainnya
Selain pajak, penerimaan pemerintah lainnya (bea
ekspor dan impor, retribusi, bea meterai, sumbangan wajib, cukai, dan
lain-lain) merupakan sumber pendapatan negara atau daerah.
Perbedaan antara pajak dan pungutan
resmi lainnya, sebagai berikut:
Dilihat Dari
|
Pajak
|
Pungutan Resmi Lainnya
|
Imbalan jasa
(kompensasi)
|
Tidak diterima secara
langsung
|
Diterima secara
langsung
|
Dasar pemungutan
|
Undang-Undang
|
Peraturan Pemerintah,
Keputusan Menteri, dsb.
|
Cara perhitungan
|
Sendiri oleh wajib
pajak
|
Oleh aparatur negara
|
Jatuh tempo
|
Sesuai dengan tahun
pajak
|
Sesuai dengan pemakaian
|
Sanksi
|
Sesuai yang tercantum
dalam UU
|
Sesuai dengan
kebijaksanaan pemerintah
|
Surat ketetapan pajak
(kohir)
|
Ada
|
Tidak ada
|
Sifat pungutan
|
Memaksa
|
Sesuai kebijakan
pemerintah
|
4.
Asas pemungutan pajak
Menurut Adam Smith dalam bukunya Wealth of
Nations dengan ajaran yang terkenal "The Four Maxims",
asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut.
a.
Asas Equality (asas
keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan): pemungutan pajak yang dilakukan
oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara
tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak.
b.
Asas Certainty (asas kepastian hukum): semua
pungutan pajak harus berdasarkan UU, sehingga bagi yang melanggar akan dapat
dikenai sanksi hukum.
c.
Asas Convinience of Payment (asas
pemungutan pajak yang tepat waktu atau asas kesenangan): pajak harus dipungut
pada saat yang tepat bagi wajib pajak (saat yang paling baik), misalnya disaat
wajib pajak baru menerima penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima
hadiah.
d.
Asas Effeciency (asas efesien
atau asas ekonomis): biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan
sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak.
5. Jenis-jenis pajak atau Penggolongan Pajak
a. Menurut Lembaga Pemungutnya
atau Cara Pemungutannya
1) Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak Penghasilan
(PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Pen-jualan atas Barang Mewah,
(PPn.BM) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Bea Materai.
2) Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut
oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
Pajak
Daerah terdiri atas:
a.
Pajak Provinsi, contoh : Pajak Kendaraan Bermotor,
Bea Balik nama Kendaraan Bermotor, Pajak
Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Air Permukaan dan Pajak Rokok
b.
Pajak Kabupaten/Kota, contoh: Pajak Hotel, Pajak
Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame,
Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir,
Pajak Air tanah, Pajak Sarang Burung Walet, PBB Pedesaan dan Perkotaan, dan
Pajak Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan (BPHTB)
b. Menurut sifatnya
1)
Pajak Subjektif,
yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan
diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Penghasilan.
2)
Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya,
tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
c. Menurut Golongannya atau Siapa
yang Memungut Pajak
1) Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan
tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : Pajak
Penghasilan.
2) Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat
dibeban-kan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Pertambahan
Nilai.
6.
Sistem
pemungutan pajak di Indonesia
1. Official
Assessment System
Adalah suatu
sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk
menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
2. Self Assessment
System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib
Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
3. With Holding
System
Adalah suatu
sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus
dan bukan Wajib Pajak yang ber-sangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang
terutang oleh Wajib Pajak.
Sedangkan tarif
pajak terdiri atas :
1. Tarif pajak proporsional
(sebanding) :
Yaitu tarif pajak dengan
menggunakan persentase yang tetap untuk setiap dasar pengenaan pajak.
2. Tarif pajak degresif (menurun) :
Yaitu tarif pajak dengan
menggunakan presentase yang menurun untuk setiap dasar pengenaan pajak.
3. Tarif pajak konstan (tetap) :
Yaitu
tarif pajak yang tetap untuk setiap dasar pengenaan pajak.
4. Tarif pajak progesif (menaik)
Yaitu tarif pajak dengan
persentase yang semakin menaik/meningkat untuk dasar setiap pengenaan pajak
7.
Alur administrasi
perpajakan di Indonesia
Pajak merupakan
salah satu sumber pembiayaan pembangunan. Perpajakan sangat berkaitan dengan
hak dan kewajiban wajib pajak. Untuk memudahkan dalam memahami kewajiban maupun
hak wajib pajak, maka diperlukan pemahaman ketentuan formal maupun material
perpajakan. Ketentuan normal diatur dalam UU Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (KUP), sementara ketentuan material diatur dalam UU PPh maupun UU
PPN/PPn BM. Sehingga secara administratif kewajiban mupun hak wajib pajak
antara lain :
a. Mendaftarkan
diri sebagai wajib pajak dengan memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
b. Menghitung
besarnya pajak terutang
c. Memotong atau
memungut pajak pihak lain
d. Melakukan
pembayaran atas pajak yang terutang atau atas pajak yang telah dipotong/dipungut
e. Melaporkan pajak
yang terutang
f. Menyelenggarakan
pembukuan
g. Kewajiban
sebagai wajib pajak apabila yang bersangkutang dilakukan pemeriksaan pajak
h. Meminta kembali
lebih bayar pembayaran pajak
i. Pengajuan
pembetulan ketetapan pajak
j. Mengajukan
keberatan atau banding atas ketetapan pajak
k. Mengajukan
pengurangan/penghapusan sanksi administratif
l. Pengajuan
pembatalan ketetapan pajak
m. Mengajukan
penghapusan NPWP
Undang-undang KUP antara lain
mengatur tata cara pendaftaran, tata cara penghapusan, tata cara pembayaran , dan tata cara keberatan. UU PPh dan UU PPN/PPn BM
antara lain mengatur penghitungan, pemotongan dan pemungutan pajak dan besarnya
taif pajak.
8.
Objek dan cara
pengenaan pajak
Subjek pajak adalah pihak
– pihak (orang maupun
badan) yang akan dikenakan
pajak dan
yang dimaksud dengan objek
pajak yaitu
sesuatu yang dikenakan pajak
atau dapat
diartikan sebagai sasaran
pengenaan pajak.
Sistem perpajakan adalah cara
yang digunakan oleh pemerintah untuk memungut atau menarik pajak dari rakyat
dalam rangka membiayai pembangunan dan pengeluaran pemerintah lainnya.
a.
Undang-Undang Nomor 28
tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Undang-undang
ini berisi dua bab, yaitu :
1.
Bab I Tentang Pengertian dasar yang berkaitan dengan
Pajak dan Perhitungan pajak.
2.
Bab II Tentang Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Nomor
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Surat Pemberitahuan dan Tata Cara Pembayaran
Pajak.
b.
Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 Tentang Pajak
Penghasilan.
Pengertian
Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan
terhadap subyek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam
tahun pajak. Sedangkan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis
yang diterima, baik berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia, yang dapat
menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan.
Besarnya Pajak Penghasilan dihitung berdasarkan PKP
(Penghasilan Kena Pajak) dan PKP = Penghasilan persih pertahun –
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP)
Berdasarkan Pasal 7 UU Nomor 36
tahun 2008, besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak, yaitu:
a. Rp24.300.000,00 (dua puluh empat juta tiga
ratus ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;
b. Rp2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima ribu
rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
c. Rp24.300.000,00 (dua puluh empat juta tiga
ratus ribu rupiah) tambahan untuk
seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1); dan
d. Rp2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima ribu
rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga
sedarah dan keluarga
semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3
(tiga) orang untuk setiap keluarga.
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2014
Tarif
Pajak Penghasilan
Menurut UU Nomor 36 tahun 2008
Pasal 17, Tarif Pajak yang ditetapkan atas penghasilan sebagai berikut :
a.
wajib
pajak orang pribadi dalam negeri adalah :
LapisanPenghasilanKenaPajak
|
TarifPajak
|
sampai dengan Rp50.000.000,00 (limapuluhjuta rupiah)
|
5% (lima persen)
|
di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
sampai
dengan
Rp250.000.000,00(dua ratus lima puluh juta
rupiah)
|
15% (lima belas persen)
|
di atas Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta
rupiah) sampai denganRp500.000.000,00(lima ratus juta
rupiah)
|
25% (dua puluh lima persen)
|
di atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah)
|
30% (tiga puluh persen)
|
Contoh
1 :
Penghitungan
pajak yang terutang untuk Wajib Pajak orang pribadi, Jumlah Penghasilan Kena
Pajak Rp600.000.000,00. Maka Pajak Penghasilan yang terutang:
5% x Rp
50.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
15%
x Rp 200.000.000,00 = Rp 30.000.000,00
25%
x Rp 250.000.000,00 = Rp 62.500.000,00
30%
x Rp 100.000.000,00 = Rp 30.000.000,00 (+)
Rp125.000.000,00
Contoh 2 :
Pak Chandra sebagai karyawan Primagama, penghasilan
neto setiap bulannya Rp 10.000.000,00. Pak Chandra sudah beristeri tidak bekerja dan
mempunyai 4 anak.
Berapakah pajak terutang setiap bulannya ?
Jawab:
Penghasilan neto 12 bulan x Rp 10.000.000,00 =
Rp 120.000.000,00
PTKP - wajib pajak Rp
24.300.000,00
- isteri Rp 2.025.000,00
- anak (maks 3)
3 x Rp 2.025.000,00 Rp
6.075.000,00 +
=
Rp 32.400.000,00 -
Penghasilan
Kena Pajak (PKP) =
Rp 87.600.000,00
===============
Jadi,
PPh terutang
5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
15% x
Rp 37.600.000,00 = Rp
5.640.000,00 +
= Rp 8.140.000,00 per tahun
=====================
Pajak
penghasilan perbulan = Rp 8.140.000,00 : 12 = Rp 678.333,33
b.
Wajib
pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah : 28% (dua puluh delapan
persen) pada tahun 2009 dan 25% (dua puluh lima persen)
yang
mulai
berlaku sejak tahun pajak 2010
Contoh
penghitungan pajak yang terutang untuk Wajib Pajak badan dalam negeri dan
bentuk usaha tetap:
Jumlah
Penghasilan Kena Pajak Rp1.250.000.000,00 pada tahun 2012
Maka
Pajak Penghasilan yang terutang: 25% x Rp1.250.000.000,00 = Rp312.500.000,00
c.
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
Tarif
PPN dan PPn BM
Menurut Pasal 7 UU nomor 42 tahun 2009, tarif Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) adalah :
(1) Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh
persen).
(2) Tarif
Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas:
a.
ekspor
Barang Kena Pajak Berwujud;
b.
ekspor
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; dan
c.
ekspor
Jasa Kena Pajak.
(3) Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi 15% (lima belas persen) yang perubahan tarifnya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Sedangkan Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn
BM), menurut Pasal 8, adalah:
(1) Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
serendah-rendahnya 10% (sepuluh persen) dan
setinggi-tingginya 200% (dua ratus persen).
(2) Ekspor barang kena pajak yang tergolong mewah dikenai pajak dengan tarif 0% (nol persen).
(3) Ketentuan mengenai kelompok Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah
(4) Ketentuan mengenai jenis barang yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
d.
Undang-Undang Nomor 12
Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
Pengertian
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
adalah Pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan bangunan. Mulai
tanggal 1 Januari 2014 PBB Pedesaan dan Perkotaan merupakan Pajak Daerah. Untuk
PBB Perkebunan, Pertambangan masih tetap merupakan Pajak Pusat.
Objek pajak PBB adalah bumi dan bangunan
menurut nilai jualnya
Objek pajak yang tidak dikenakan PBB
adalah:
a. objek pajak yang digunakan semata-mata untuk melayani
kepentingan umum (masjid, gereja, wihara, rumah sakit, pesantren/madrasah, panti asuhan, museum,
candi)
b. objek pajak yang digunakan kuburan, peninggalan
purbakala, hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah
desa
c. objek pajak untuk perwakilan diplomatik, konsulat
d. objek pajak yang digunakan oleh badan perwakilan
organisasi internasional (PBB, ASEAN, dan lain-lain)
Tarif PBB
Tarif PBB yang dikenakan pada
obyek pajak adalah 0,5% dari nilai jual obyek kena pajak. Dan besarnya Nilai
Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan paling rendah sebesar Rp.
6.000.000,00 dan paling tinggi Rp 12.000.000,00 untuk setiap wajib pajak atau sesuai dengan
peraturan yang berlaku.
Sedangkan
Dasar pengenaan PBB antara lain :
1.
Dasarnya adalah nilai jual obyek pajak.
2.
Besarnya nilai jual obyek pajak ditetapkan 3 tahun sekali
oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun
sesuai dengan perkembangan daerahnya.
3.
Dasar perhitungan pajak adalah Nilai Jual Obyek Pajak
Kena Pajak (NJOPKP) yang ditetapkan serendah-rendahnya 20% dan
setinggi-tingginya 100% dari Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP).
4.
Besarnya Nilai jual kena pajak ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan kondisi ekonomi nasional.
5.
Objek PBB yang NJOP lebih dari Rp 1 milyar, Dasar
perhitungannya 40%
e.
Peraturan pemerintah RI Nomor 24
tahun 2000 Tentang Bea Meterai
Bea Meterai adalah pajak yang
dikenakan atas pemanfaatan dokumen, seperti surat perjanjian, akta notaris,
serta kuitansi pembayaran, surat berharga dan efek, yang memuat jumlah uang
atau nominal diatas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan. Berdasarkan
peraturan pemerintah tersebut, besarnya bea meterai sebagai berikut:
a.
Surat perjanjian, akta notaris, akta PPAT, surat lamaran
sebesar Rp 6.000,00
b.
Dokumen nominal Rp 250.000,00 – Rp 1.000.000,00 sebesar Rp 3.000,00
Lebih
dari Rp 1.000.000,00 sebesar Rp 6.000,00
c.
Cek dan bilyet giro sebesar Rp 3.000,00
9.
Tantangan
pemungutan pajak
Peran
vital Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai instansi yang diamanahi tugas
penghimpun penerimaan negara harus berhadapan dengan realita masih rendahnya
kesadaran partisipasi masyarakat mengenai perpajakan, artinya belum sebanding
antara besarnya jumlah penduduk dengan Wajib Pajak yang masih rendah. Padahal
penerimaan pajak banyak dialokasikan untuk fasilitas umum yang banyak dinikmati
oleh seluruh jumlah penduduk.
Terkadang,
masyarakat banyak yang belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bukan
karena mereka enggan berurusan dengan pajak, tapi justru karena mereka belum
paham dan kebingungan ihwal apa yang harus mereka lakukan terkait kewajiban
perpajakan. Dan ada banyak sekali masyarakat yang berpenghasilan diatas
Panghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Rp. 24,3 Juta/ Tahun yang dapat menjadi
target sosialisasi. Menilik kepada situasi ini, sosialiasi dari Direktorat
Jenderal Pajak (DJP) harus kian gencar dijalankan hingga ke jajaran yang
terdekat dengan masyarakat serta dengan melibatkan unsur pemerintahan lokal
sebagai pendukung. Sosialisasi secara umum dapat dibedakan menjadi sosialisasi
langsung kepada sasaran dan ada juga dengan cara yang koersif positif. Cara
yang kedua ini adalah dengan menjadikan NPWP sebagai unsur pokok setiap
pemenuhan kewajiban administratif publik yang dilakukan masyarakat. Sehingga
masyarakat akan tergerak untuk mendaftarkan diri mendapatkan NPWP. Khususnya
mereka yang berpenghasilan bersih di atas PTKP.
10.Simulasi fungsi dan manfaat pajak
Untuk menjadi bangsa yang
mandiri, pajak mengajak peran serta rakyat Indonesia untuk membiayai negaranya
sendiri, untuk itulah pajak memiliki fungsi dan manfaat yang sangat penting
dalam pembangunan negara.
Terdapat aspek-aspek yang terkait
dengan Perpajakan :
a.
Aspek
Ekonomi, artinya penerimaan negara yang digunakan untuk mengarahkan kehidupan
masyarakat menuju kesejahteraan dengan melakukan pembangunan.
b.
Aspek
Sosial, artinya pemerataan pembangunan dan keadilan dalam membayar pajak.
c.
Aspek
Politik, artinya secara politis masyarakat/pembayar pajak mempunyai posisi yang
semakin baik dalam melakukan "tawar menawar" dengan pemerintah.
d.
Aspek Hukum, artinya Sebagai negara hukum semua
pemungutan pajak yang dilakukan berdasarkan hukum.
e.
Aspek
Agama, artinya Tuhan memerintahkan bahwa manusia, selain harus beribadat yaitu
taat menjalankan perintah dan menjauhi larangan Tuhan juga harus dapat
berhubungan baik dengan sesamanya, saling berkomunikasi, bersilaturahmi dan
saling membantu.
Untuk lebih menjelaskan fungsi
dan manfaat pajak, berikut disajikan gambar alur penerimaan dan penggunaan dana APBN/APBD
I.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar